kembang sepatu kembang terindah...

Monday, September 17, 2007

Hari-hari puasa

"Pak, kudanya udah makan?"
"Sampun, mbak..."
"Udah dikasih minum, pak?"
"Sudah kok mbak..."
"Kasian pak, kudanya dijemur dipanas matahari"
"Ah...dia udah biasa kok...."
Suatu siang di samping Mirota Batik daerah Malioboro, Jogja.
Setelah tadi saya ke Museum Vredeburg dalam rangka reservasi tempat untuk launching program, saya sempatkan sebentar untuk sekedar memanjakan diri mampir ke Mirota batik. Tidak untuk beli sesuatu, tapi untuk melihat ada apa lagi barang-barang etnik yang baru.
Selesai berkeliling kurang lebih hanya lima belas menit, waktu jelajah yang lumayan singkat untuk si penikmat barang dagangan etnik macam saya, sayapun memutuskan untuk ke toko sepeda dan mengecek rem sepeda yang tidak stabil. Ketika mengambil sepeda di parkiran dan melintas di depan sebuah andong gagah, saya melihat pemandangan seekor kuda yang dijemur kepanasan. Sementara sang kusir duduk terkantuk-kantuk di bangkunya. Mulut si kuda seperti biasa berbuih, kehausan. Dan saya lihat tidak ada tanda-tanda adanya segeletak ember untuk atau bekas memberi dia makan ataupun minum. Jadilah saya berhenti sebentar untuk sekedar tanya-tanya keadaan si kuda tadi.
Nggak ada yang bisa saya perbuat, selain membatin didalam hati, semoga hubungan antara kusir dan kudanya baik-baik saja, jadi kuda-kuda itu tidak hanya dieksploitasi.
Hubungan yang menjadi seperti keluarga besar juga terasa di bulan puasa ini. Walaupun jauh dari rumah, tapi di kontrakan saya di sini, kita selalu rame-rame saur dan buka puasa sama-sama. Belanja bahan makanan, masak bareng, dan menghabiskan makanan sama-sama juga. Ngantuk sih....karena saya dan Kiki harus bangun satu jam lebih awal dari yang laen, tapi rasanya jadi nggak kesepian. Hari ketiga puasa, kita ngumpul sama-sama di rumah Eko dan Dian, trus masak dan buka puasa. Menunya macem-macem. Mulai dari es mangga, macaroni, salad, sampai nasi dan ikan goreng, sambal terasi dan gule ayam campur jamur. Yummy........
Hari itu buka puasanya di teras belakang rumahnya Eko dan Dian. Launching kedua teras belakang mereka, setelah launching pertama dengan orangtuanya Eko minggu sebelumnya.
Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Saya udah nggak sabar untuk menyelesaikan video diary anak-anak SMA sebelum libur panjang Lebaran, untuk pulang ke Jakarta dan jadi anak bungsu Ibu saya lagi.

Lila

Tuesday, September 11, 2007

Andong

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Andong.
Salah satu kendaraan tradisionil kebanggaan Jogja. Ada yang biasa-biasa aja, sampai kereta yang mirip kendaraan kerajaan tempo doeloe-lengkap dengan kusir yang berkostum jawa lengkap.

Andong atau dokar, sebuah kereta yang dibawa oleh seekor atau dua ekor kuda. Kursinya bisa mengangkut sampai dengan 6 orang, dengan kusirnya kalau kebetulan kereta itu berukuran besar.

Kuda.
Binatang yang dikenal kuat, cepat, gagah. Kerajaan manapun akan mengendarai kuda kalau dia ingin menunjukkan kebesarannya.

Kuda besar , gelap (bisa hitam atau coklat tua) ditunggangi seorang manusia, masuk ke hutan, menebas kejahatan. Megah. Tidak masalah.

Tapi andong di Jogja : ada keretanya, 6 orang naik diatasnya.
Kuda di andong di Jogja : mata tertutup, badan dicap, pinggang belakang berbekas pecutan, mulut berbuih karena panas, kaki diberi besi, makan dan minum secukupnya.

Bahkan ada lagunyaKoes Plus yang menggambarkan kalau kuda sepertinya memang ditakdirkan untuk : 'kerja keras bagai kuda, dicambuk dan didera..."

Saya nggak pernah setuju dengan kuda yang ditunggangi sebagai motornya andong.

"Tapi kan sama aja La, tukang becak juga kesian....becaknya berat, penumpangnya berat. Harus ngayuh berat bahkan sampe dorong becaknya kalo di tanjakan", beberapa teman mentertawakan saya, menganggap ketidaksetujuan saya berlebihan.

"Tapi tukang becak kan bisa makan, minum dan tidur sesuka dia. Nggak harus ditutup matanya, nggak harus dipukulin dulu..."

Saya nggak pernah bisa liat kuda-kuda andong.Kadang hati saya jadi nyeri kalo melihat mereka disiksa seperti itu. Tapi mungkin saya bisa belajar dari kuda-kuda itu yaa. Mereka bisa ikhlas menjalani hidupnya dan mau membantu kaum manusia untuk menghidupkan mereka.

Tapi, seandainya nggak usah harus ada andong.

Lila


Monday, September 10, 2007

Puasa sebentar lagi

puasa sebentar lagi......

mungkin hari-hari saya tidak terlalu religius.
tidak terlalu ketat jalani sembahyang melipat tangan sebanyak lima kali.
tapi puasa selalu jadi tempat saya menikmati.
menikmati sahurnya.
menikmati berbuka.
menikmati lagu-lagu dan ayat suci di tv dan radio.
menikmati bau nafas.
menikmati kedekatan dengan orang-orang tersayang.
dan yang terutama, menikmati keikhlasan saya.
tutupi yang sakit, iri, luka, marah.
terasa ringan.

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Bentar lagi lho puasanya......
Selamat puasa untuk saya dan untuk semuanya....

Lila

Tuesday, September 4, 2007

headscarf

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket



photo by me.
model : kiki

Sunday, September 2, 2007

Why not?

It's so nice living in Jogjakarta. I could be an art lover without extra budget. Even it is no cents at all to see an art performing. For example is the dancing performing which held by Padepokan Seni Bagong Kussudiardjo (Art House of Bagong Kussudiardjo). Every performing is a free entry. This art house already had their own sponsor that released the audience from the entrance fee. The environment of the house is very friendly. It is in the small street and united with the people resident's surrounding it. I feel like at home.....

On August 31, I went there to see a classical Indian dance performing"Odissi". It is an traditional classical dancing from India which rechoreographed by a native Malaysian choreographer, Ramli Ibrahim. This traditional dancing comes from Orissa ( East India), a big kingdom in Kalingga and have the strong culture influences in South East Asia hemisphere. The dancing theme "Spellbound" presents the complete part of Odissi dancing which had created by Guru Durga Charan Ranbir, and been studied by Ramli Ibrahim based on the late Guru Deba Prasad's style.

Spellbound typifies a manifestation of the beauty of old temple dancing from Odissi.
What interest me is when Ramli Ibrahim made his dialogue with the audiences, after he finished five parts of his dancing with his dancers from "Sutra Dancer" .
One of the questions is : why does he like to do Indian dancing, when he is a Malaysian?
His answer is also a question : why not?
The power of Islamic religion in Malaysia has not stopped him to learn Indian dance, although this dancing made for Hindunese Goddes. For him, to mastering something should not always based on your nationality, ethnic and religious background.

Reflecting on his word, maybe that is true, that you don't have to be busy by asking "why" for something or to someone for what he'd done. But give yourself time, thinking deeply, and ask youself : "why not?"

Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Photo Sharing and Video Hosting at Photobucket
Photo by : Fanny O.

Salam, Lila.